Ketahui Syarat-Syarat agar Perjanjian Asuransi Jiwa Sah

Bertemu lagi dengan Jasa Konsultasi Asuransi Jiwa Surabaya, kali ini kami akan membahas syarat-syarat agar perjanjian asuransi jiwa sah. Tidak hanya untuk kebutuhan bisnis, kehadiran surat perjanjian juga sangat penting bagi asuransi. Nantinya, perjanjian asuransi jiwa sah apabila sudah memenuhi berbagai persyaratan tertentu. Dengan perjanjian ini, semua pihak yang terkait dengan asuransi bisa mendapatkan hak serta kewajiban mereka dengan baik. Lalu, apa saja syarat tersebut?

Ingin Konsultasi Asuransi Jiwa? Hubungi Nomor HP/WA : 081803081010

Syarat-Syarat agar Perjanjian Asuransi Jiwa Sah

Mungkin banyak diantara nasabah asuransi yang belum memahami dengan baik persoalan perjanjian ini. Untuk itulah, informasi berikut sangat Anda butuhkan. Jadi, berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau KUHPer sebagai dasar hukum dari perjanjian di Indonesia, maka pada dasarnya pihak akan diberikan kebebasan agar bisa menentukan isi perjanjian apa saja yang akan disepakati kedua belah pihak.

Akan tetapi, kebebasan tersebut tidaklah menghilangkan kewajiba -kewajiban para pihak tersebut untuk tetap mematuhi segala ketentuan yang sudah berlaku, maka dari itu Anda harus memperhatikan betul apa isi surat perjanjian yang telah dibuat sudah benar-benar memenuhi seluruh syarat sah dari perjanjian atau belum.

Menurut pasal 1320 KUH Perdata, ada 4 syarat sah dari perjanjian yang haruslah dipenuhi saat membuat surat perjanjian tersebut. Perjanjian asuransi jiwa sah apabila memenuhi poin berikut ini:

Baca Juga : Penjelasan Dasar Hukum Asuransi Jiwa yang Wajib Diketahui

1. Adanya Kesepakatan Para Pihak Terkait

Adanya Kesepakatan Para Pihak Terkait
Sumber Foto: Iii.org

Saat Anda membuat suatu surat perjanjian, maka Anda pun harus mencapai sebuah kesepakatan untuk hal-hal yang telah dijanjikan tersebut. Kesepakatan yang dimaksud adalah kesepakatan yang lahir dari kehendak para pihak tanpa adanya unsur kekhilafan, penipuan, atau paksaan.

Contohnya saja, apabila Anda adalah seorang pengguna asuransi yang telah menyepakati akan isi perjanjian apa saja yang ada didalamnya missal terkait pembayaran premi. Namun kesepakatan tersebut harus sudah selesai antara perusahaan asuransi dan Anda sebagai pemegang polisnya tanpa adanya unsur paksaan dari siapapun.

Sehingga jika ada unsur paksaan, maka ini bisa Anda jadikan sebagai argumen untuk pihak yang dirugikan saat mengajukan pembatalan atas perjanjian jual beli tersebut.

2. Kecakapan Para Pihak

Adapun istilah kecakapan yang dimaksud disini yaitu wewenang para pihak dalam membuat perjanjian. KUH Perdata sendiri telah menentukan bahwa setiap orang itu dinyatakan cakap dalam membuat perjanjian, kecuali menurut undang-undang memang dinyatakan tidak cakap Adapun menurut pasal 1330 KUH Perdata, ada beberapa orang yang dinyatakan tidak cakap antara lain:

a. Belum Dewasa

Belum dewasa artinya mereka masih belum menginjak usia 21 tahun atau belum menikah. Contohnya saja seorang anak yang usianya baru 8 tahun tidak akan bisa membuat perjanjian dirinya sendiri.

b. Berada Dibawah Pengampuan

Orang itu dianggap berada di bawah pengampuan jika ia masih belum dewasa. Akan tetapi, karena adanya keadaan mental atau pikiran yang masih kurang sempurna. Sehingga ia disamakan dengan orang yang belum cukup dewasa. Lalu berdasarkan pasal 433 KUH Perdata, orang itu dianggap di bawah pengampunan jika ia memiliki kejiwaan yang sedang terganggu, memiliki daya pikir rendah, dan orang yang sama sekali tidak bisa mengatur keuangannya hingga mengakibatkan keborosan berlebih.

Ingin Konsultasi Asuransi Jiwa? Hubungi Nomor HP/WA : 081803081010

3. Adanya Objek Perjanjian

Adanya Objek Perjanjian
Sumber Foto: Nova.grid.id

Dalam sebuah perjanjian, maka harus ada objek yang jelas yang dimiliki oleh pihak tertanggung tersebut. Tentunya objek perjanjian yang dimaksud disini tidak hanya berupa jasa yang bisa Anda tentukan jenisnya.

Namun bisa juga berupa harta kekayaan, perbuatan hukum, jiwa seseorang, dan sebagainya. Sesuatu yang akan menjadi objek dalam perjanjian ini merupakan hak dan kewajiban yang harus terpenuhi oleh pihak-pihak tersebut.

4. Suatu Sebab yang Halal

Adapun sebab yang halal ini ada kaitannya dengan isi dari perjanjian itu sendiri, dimana ia dibuat berdasarkan tujuan yang bukanlah bertentang dengan hukum yang sudah berlaku. Lalu perjanjian yang telah dibuat berdasarkan sebab yang tidak benar atau dilarang. Hal ini membuat perjanjian tersebut menjadi tidak sah.

Sebab yang tidak halal merupakan sebab yang dilarang Undang-Undang, kemudian berlawanan dengan ketertiban umum atau norma kesusilaan. Lalu nila-nilai kesusilaan dan ketertiban umum tersebut ditentukan oleh nilai-nilai yang telah dianut masyarakat dimana perjanjian tersebut dibuat.

Kemudian contoh perjanjian yang sebabnya tak hal tersebut antara lain saat seseorang melakukan perjanjian untuk melakukan pembunuhan terhadap orang lain. Lalu Karena kasus ini merupakan hal terlarang dalam Undang-Undang sehingga perjanjian tersebut tidak akan pernah sah.

Baca Juga : Ciri Khas Asuransi Jiwa Berjangka Menurun Secara Lengkap

Akibat Hukum Apabila Melanggar Syarat Sah Perjanjian

Akibat Hukum Apabila Melanggar Syarat Sah Perjanjian
Sumber Foto: Lifepal.co.id

Perjanjian dibuat agar semua pihak bisa menjalankan hak dan kewajibannya dengan baik. Jika perjanjian dilanggar, tentu akan ada sanksi yang diperoleh. Dari keempat syarat sah perjanjian yang sebelumnya sudah dijelaskan tersebut, maka ada 2 kategori antara lain syarat subjektif dan syarat objektif. Syarat subjektifnya yaitu kesepakatan dan kecakapan para pihak. Sementara yang menjadi objektif yaitu objek perjanjian dan sebab yang halal.

Apabila syarat-syarat tersebut tidak dipenuhi secara lengkap, tentunya syarat sah perjanjian hanya akan berujung ke pembatalan perjanjian. Akan tetapi, untuk pembatalan perjanjian sendiri dibagi lagi menjadi 2 kategori syarat sah perjanjian.

Jika pihak tidak bisa memenuhi syarat subjektif, maka dampaknya yaitu perjanjian yang sudah Anda buat dibatalkan atau dikenal dengan voidable. Ini maksudnya salah satu pihak yang merasa dirugikan bisa mengajukan permohonan pembatalan kepada hakim.

Akan tetapi, perjanjiannya ini masih mengikat para pihak hingga adanya putusan hakim terkait pembatalan tersebut. Lain lagi apabila pihak tersebut tidak mau memenuhi syarat objektif, perjanjiannya akan dianggap telah batal demi hukum atau null and void. Maksudnya adalah perjanjian ini telah dianggap tak pernah ada sehingga tidak akan mengikat para pihak tertentu.

Untuk itulah, sebelum Anda memulai membuat surat perjanjian asuransi, maka ketahuilah dulu bagaimana syarat sah perjanjian yang harus Anda penuhi di atas perjanjian tersebut. Sehingga bisa dilaksanakan sebagaimana mestinya dari pihak terkait.

Fungsi lainnya adalah agar lebih memperjelas sebuah kerja sama dan juga transaksi, lalu menghindari kerugian kepada pihak manapun di masa mendatang. Tentunya sebagai salah satu orang yang akan menandatangani isi perjanjian tersebut, maka Anda harus memperhatikan seluruh isi perjanjian tersebut dengan sangat detail.

Hal ini disebabkan karena saat Anda mulai mengabaikannya apalagi membacanya tidak lengkap. Maka kemungkinan untuk terjadinya sengketa di masa mendatang memiliki peluang yang lebih besar.

Maka dari itulah, tanpa memenuhi persyaratan asuransi tersebut tentunya sebuah perjanjian akan dianggap langsung tidak sah berdasarkan ketentuan berlaku. Syarat ini meliputi hak serta tanggung jawab perusahaan asuransi sebagai pihak penanggung dan juga Anda sebagai pihak tertanggungnya.

Itulah penjelasan mengenai syarat apa sajakah yang harus dipenuhi oleh pemegang polis sebelum memulai untuk menyetujui isi perjanjian tersebut. Memang perjanjian asuransi jiwa sah apabila semuanya terpenuhi dengan baik.

Ingin Konsultasi Asuransi Jiwa? Hubungi Nomor HP/WA : 081803081010

Leave a Comment